Senin, 25 April 2022

BAB I’RŌB


JURUMIYAH - 

BAB I’RŌB (PERUBAHAN AKHIR KATA)


I’rōb (إِعْرَابٌ) adalah 

perubahan akhir kata[1] 

yang disebabkan perbedaan āmil (عَامِل)[2] 

yang masuk padanya, baik berupa lafazh maupun muqoddaroh (diperkirakan/dikhayalkan)[3].

I’rōb dibagi empat, yaitu (

1) marfū’, 

(2) manshūb

(3) majrūr, dan 

(4) majzūm.[4]

[Marfū’]

Marfū’ memiliki 4 tanda, yaitu 

dhommah, wawu, alif, dan nun.

(1) Dhommah (ـُ ـٌ) menjadi tanda untuk marfū’ di 4 tempat: 

isim mufrod[5]

jamak taksīr[6]

jamak muannats sālim[7], dan 

fi’il mudhōri yang tidak bersambung apapun[8].

(2) Wawu (و) menjadi tanda untuk marfū’ 

di 2 tempat: 

jamak mudzakkar sālim[9] dan 

asmāul khomsah yaitu (أَبُو) “ayah”, (أَخُو) “saudara”, (حَمُو) “ipar”, (فُو) “mulut”, dan (ذُو) “pemilik”[10].

(3) Alif (ا) menjadi tanda untuk marfū’ hanya pada isim dobel (tatsniyah).[11]

(4) Nun (ن) menjadi tanda untuk marfū’ pada fi’il mudhōri jika bersambung dhomīr tatsniyahdhomīr jamak, dan dhomīr muannats mukhōtobah.[12]

[Manshūb]

Manshūb memiliki 5 tanda yaitu 

fathah, 

alif, 

kasroh, 

, dan 

membuang nun.

(1) Fathah (ـَ ـً) menjadi tanda untuk manshūb di 3 tempat: 

isim mufrod[13], jamak taksīr[14]

fi’il mudhōri yang dimasuki ‘āmil nawāshib dan akhirannya tidak bersambung apapun[15].

(2) Alif menjadi tanda untuk manshūb pada asmāul khomsah, contohnya (رَأَيْتُ أَبَاكَ وَأَخَاكَ) “aku melihat ayahmu dan saudaramu.”

(3) Kasroh (ـِ ـٍ) menjadi tanda untuk manshūb pada jamak muannats sālim.[16]

(4)  (ي) menjadi tanda untuk manshūb pada isim tatsniyah[17] dan jamak mudzakkar sālim[18].

(5) Membuang nun menjadi tanda untuk manshūb pada af’ālul khomsah yang marfū’nya dengan menetapkan nun.[19]

[Majrūr]

Majrūr memiliki 3 tanda yaitu 

kasroh, 

, dan 

fathah.

(1) Kasroh menjadi tanda untuk majrūr pada 3 tempat yaitu 

isim mufrod munshorif[20]

jamak taksīr munshorif[21], dan 

jamak muanats sālim[22].

(2)  menjadi tanda untuk majrūr pada 3 tempat yaitu 

asmāul khomsah[23]

isim tatsniyah[24], dan 

jamak mudzakkar sālim[25].

(3) Fathah menjadi tanda untuk majrūr pada isim ghoiru munshorif.[26]

[Majzūm]

Majzūm memiliki 2 tanda yaitu 

sukun dan membuang.

(1) Sukun (ـْ) menjadi tanda untuk majzūm pada fi’il mudhōri yang shohih akhirannya.[27]

(2) Membuang menjadi tanda majzūm pada fi’il mudhōri yang berhuruf illat akhirannya dan af’ālul khomsah yang marfū’nya dengan menetapkan nun.[28]

Fasal Isim-Isim Mu’rob

Isim mu’rob[29] ada 2 macam, 

ada yang mu’rob dengan harokat dan 

ada yang mu’rob dengan huruf.[30]

Yang mu’rob dengan harokat ada 4 macam yaitu 

isim mufrod

jamak taksīr

jamak muannats sālim, dan 

fi’il mudhōri yang akhirannya tidak menyambung apapun. 


Semua isim di atas 

marfū’nya dengan dhommah

manshūbnya dengan fathah

majrūrnya dengan kasroh, dan 

majzūmnya dengan sukun.

Dikecualikan tiga hal darinya: 

(1) jamak muannats sālim 

      yang manshūb dengan kasroh

(2) isim ghoiru munshorif 

       yang majrūr dengan fathah

(3) fi’il mudhōri 

      yang akhirannya berhuruf illat majzūmnya 

       dengan membuang huruf akhirnya.

Yang mu’rob dengan huruf ada 4 macam, 

yaitu 

(1) isim tatsniyah 

      yang marfū’nya dengan alif

      manshūb dan majrūrnya dengan 

(2) jamak mudzakkar sālim 

      yang marfū’nya dengan wawu

      manshūb dan majrūrnya dengan 

(3) asmāul khomsah 

      yang marfū’nya dengan wawu

      manshūbnya dengan alif, dan 

      majrūrnya dengan , dan 

(4) af’ālul khomsah 

       yang marfū’nya dengan nun

       sementara manshūb dan majzūmnya 

        dengan membuang nun.

/


[1] Bahasa Arob memiliki dua disiplin ilmu: Nahwu dan Shorof. 

Nahwu fokus menganalisa bagian akhir kata, sementara 

Shorof fokus menganalisa bagian awal dan tengah kata. 

Misalnya (طَالِبٌ), bagian ط dan ل dibahas Shorof, sementara ب dibahas Nahwu.

[2] Āmil (perangkat) adalah sesuatu yang menjadikan kata marfū’manshūbmajrūr, atau majzūm, dan dia ada dua: lafzhi dan maknawi. Dikatakan lafzhi, jika āmil itu terlihat dan bisa diucapkan, contohnya (فِي الدَّارِ) di mana  adalah ‘āmil yang menjadikan الدار majrūr. Dikatakan maknawi, jika ‘āmil itu tidak terlihat dan tidak terbaca, contohnya (زَيْدٌ مُسْلِمٌ) di mana yang menjadikan Zaid marfū’ adalah sebab ibtida (berada di awal kalimat), dari situlah ia disebut Mubtada. Sementara Zaid sendiri, menjadi ‘āmil lafzhi untuk Muslim (karena Khobar muncul karena adanya Mubtada).

[3] Huruf Hijaiyah ada 28. Tiga di antaranya adalah huruf illat (sakit) yaitu alif, yā, wawu. Sisanya sebanyak 25 adalah huruf shohih (sehat). 

Jika sebuah kata akhirannya berhuruf shohih maka i’rōbnya dengan harokat (dhommahfathahkasrohsukun), 

contohnya (زَيْدٌ - زَيْدًا - زَيْدٍ) dan (يَذْهَبُ - يَذْهَبَ - يَذْهَبْ). 


Jika akhirannya berhuruf illat 

maka i’rōbnya muqoddaroh (diperkirakan), contoh (مُوسَى).

[4] Empat ini berkaitan dengan kondisi akhir sebuah kata. 

Asal tanda untuk marfū’ adalah dhommah, contohnya (زَيْدٌ - يَذْهَبُ). Asal 

tanda manshūb adalah fathah

contohnya (زَيْدًا - يَذْهَبَ). 

Asal tanda untuk majrūr adalah kasroh

seperti (زَيْدٍ). 

Asal tanda untuk majzūm adalah sukun

seperti (يَذْهَبْ). 


Akan tetapi dalam kondisi tertentu, tanda asal ini diganti perwakilan lain, yang akan dijabarkan pada bahasan berikutnya.

[5] Isim mufrod 

adalah isim yang menunjukkan makna tunggal, contohnya adalah (ذَهَبَ طَالِبٌ) “Siswa pergi”.

[6] Jamak taksīr 

adalah jamak yang tidak memiliki rumus (harus merujuk kepada kamus) contohnya adalah (ذَهَبَ طُلاَّبٌ) “para siswa pergi”.

[7] Yaitu jamak yang berakhiran (ات), 

contohnya adalah (ذَهَبَتْ طَالِبَاتٌ) “para siswi pergi”.

[8] Yaitu fi’il yang bermakna sekarang (present tense), contohnya (أَذْهَبُ) “aku sedang pergi”. Maksud tidak bersambung dengan apapun adalah tidak bersambung dengan nun taukid seperti (أَذْهَبَنَّ) “aku benar-benar akan pergi” maka ia mabni fathah, atau nun niswah seperti (يَذْهَبْنَ) “mereka (pr) pergi” maka ia mabni sukunMabni akan diperinci pada bahasan berikutnya.

[9] Yaitu jamak yang berakhiran (ون) atau (ين). Contohnya adalah (ذَهَبَ طَالِبُونَ) “para siswa pergi”.

[10] Yaitu isim-isim khusus yang berjumlah lima di atas, contohnya (ذَهَبَ  أَبُوكَ) “ayahmu pergi”, (ذَهَبَ أَخُوكَ) “saudaramu pergi”, (ذَهَبَ حَمُوكَ) “iparmu pergi”, (اِحْمَرَّ فُوكَ) “mulutmu memerah”, (ذَهَبَ ذُو مَالٍ) “pemilik harta pergi”.

[11] Yaitu isim yang berakhiran (ان) atau (ين), contohnya (ذَهَبَ طَالِبَانِ) “dua siswa pergi”.

[12] Dhomīr tatsniyah adalah (يـ+ان) “mereka berdua (lk)” dan (تـ+ان) “kalian berdua (lk) atau mereka berdua (pr)”. Dhomīr jamak adalah (يـ+ون) “mereka (lk)” dan (تـ+ون) “kalian (lk)”. Dhomīr muannats mukhōthobah adalah (تـ+ين) “kamu (pr)”. Lima fi’il ini biasa disebut af’ālul khomsah dan dicontohkan dengan (يَنْصُرَانِ - تَنْصُرَانِ - يَنْصُرُونَ - تَنْصُرُونَ - تَنْصُرِينَ).

[13] Contohnya (رَأَيْتُ الطَالِبَ) “aku melihat siswa itu”.

[14] Contohnya (رَأَيْتُ الطُلَّابَ) “aku melihat siswa-siswa”.

[15] Contohnya (لَنْ أَذْهَبَ) “aku tidak akan pergi”. Āmil nawāshib ada 10 dan akan diperinci pada bahasan berikutnya.

[16] Contohnya (رَأَيْتُ الطَّالِبَاتِ) “aku melihat siswi-siswi”.

[17] Contohnya (رَأَيْتُ الطَّالِبَينِ) “aku melihat dua siswa”.

[18] Contohnya (رَأَيْتُ الطَّالِبِينَ) “aku melihat siswa-siswa”.

[19] Contohnya (لَنْ تَذْهَبُوا) “kalian tidak akan pergi”, manshūb dengan hadzfun nun (membuang nun), aslinya تذهبون.

[20] Munshorif adalah isim yang memiliki wazan (rumus) seperti kātib (penulis) yang ikut rumus fā’il dari fi’il kataba (menulis). Lawannya adalah ghoiru munshorif, seperti (مَكَّة) yang tidak memiliki akar kata. Contoh isim mufrod munshorif adalah (مَرَرْتُ بِطَالِبٍ) “aku melewati seorang siswa”.

[21] Contohnya adalah (مَرَرْتُ بِطُلَّابٍ) “aku melewati para siswa”.

[22] Contohnya (مَرَرْتُ بِطَالِبَاتٍ) “aku melewati para siswi”.

[23] Contohnya (مَرَرْتُ بِأَبِيكَ) “aku melewati ayahmu”.

[24] Contohnya (مَرَرْتُ بِطَالِبَيْنِ) “aku melewati dua siswa”.

[25] Contohnya (مَرَرْتُ بِطَالِبِينَ) “aku melewati siswa-siswa.

[26] Contohnya (سَافَرْتُ إِلَى مَكَّةَ) “aku safar ke Makkah”. Makkah i’rōbnya majrūr dengan fathah karena isim ghoiru munshorif, karena kemasukan huruf jār ilā.

[27] Contohnya (لَمْ أَذْهَبْ) “aku belum pergi”.

[28] Hadzf (membuang) ada dua keadaan: (1) membuang huruf illat seperti (لَمْ أَخْشَ) “aku tidak takut” yang asalnya (أَخْشَى), dan (2) membuang nun seperti (لَمْ تَفْعَلُوا) “kalian tidak melakukan” yang asalnya (تَفْعَلُونَ).

[29] Fasal ini tidak hanya membahas isim, tetapi juga fi’il. Hal ini biasa disebut taglīb, yaitu memaksudkan dua atau lebih dengan menyebutkan perwakilan salah satu darinya. Semua istilah di fasal ini berikut contohnya, sudah dijelaskan di muka sehingga tidak perlu diulang kembali.

[30] Mu’rob artinya kata yang kena i’rōb. Kata yang kena i’rōb ada dua, yaitu isim dan fi’il mudhōri. Lawan dari mu’rob adalah mabni.