[20/3 17:39] Aing: 7. KHAL (اَلْحَالُ )
(dibaca dengan :
khale / dalam keadaan)
A. Pengertian Khal
Ialah
isim beri’rab nashab,
yang disebutkan
untuk
menjelaskan keadaan fa’il, atau
keadaan maf’ul,
atau
keadaan dari fail dan maf’ul sekaligus,
ketika terjadinya perbuatan.
Khal biasanya diterjemah dengan
‘KHALE /
DALAM KEADAAN/
PADA HAL’.
Contoh :
Khal
yang menjelaskan keadaan Fa’il.
(ذَهَبَ) Lunga, sapa (عُمَرٌ) Umar, (اِلَى مَدْرَسَتِهِ)maring maring sekolahane, (مَاشِيًا) khale wong kang mlaku (Umar berangkat ke sekolah dalam keadaan orang yang berjalan) ذَهَبَ عُمَرٌ اِلَى مَدْرَسَتِهِ مَاشِيًا
( ذَهَبَتْ ) Lunga, sapa ( فَطِيْمَةُ)Fathimah, (اِلَىمَدْرَسَتِِهَا)maring maring sekolahane, (مَاشِيَةً) khale wong kang mlaku (Fathimah berangkat ke sekolahnya dalam keadaan orang yang berjalan) ذَهَبَتْ فَطِيْمَةُ اِلَى مَدْرَسَتِهَا مَاشِيَةً
Khal
yang menjelaskan keadaan maf’ul bih
(رَكِبْتُ)Numpak sapa ingsun, (الْفَرْسَ) ing jaran (مُسَرَّجًا) khale den pelanani (Saya menaiki kuda dalam keadaan berpelana) رَكِبْتُ الْفَرْسَ مُسَرَّجًا
(اَكَلْتُ) Mangan sapa ingsun, (الْفَاكِهَةَ) ing buah, (نَاضِجَةً) khale mateng (saya makan buah dalam keadaan masak) اَكَلْتُ الْفَاكِهَةَ نَاضِجَةً
[20/3 17:44] Aing: Tarkib :
• Lafadz ذَهَبَ
adalah fi’il madhi,
I'robnya mabni fatkhah sebab tidak bertemu dengan wawu jama',
tak fa'il,
nun fa'il, dan
nun niswah.
• Lafadz عُمَرٌ
adalah
isim mufrod,
beri’rab rafa’,
karena menjadi fa’ilnya lafadz ذَهَبَ ,
tanda rafa’nya dhommah.
• Lafadz اِلَى
adalah
kharf jar ( mengjarkan isim )
• Lafadz مَدْرَسَتِهِ
adalah dua kalimah
yang dirangkai menjadi satu (mudhof dan
mudhof ilaih).
Lafadz مَدْرَسةِ(mudhof) adalah
isim mufrod muannats i’rabnya jar,
karena didahului oleh
kharf jar اِلَى
Dan lafadz هِ (mudhof ilaih), adalah
isim dhomir muttashil, i’rabnya jar
karena
mudhof ilaih,
tandanya mabni.
• Lafadz مَاشِيًا
adalah
isim mufrad mudzakkar, i’rabnya nasab
karena
menjadi khal,
tanda nasabnya
dengan fatkhah.
[20/3 17:49] Aing: B. Kaidah-kaidah
yang berkaitan dengan
Khal
1. Isim yang diberi khal dinamakan shohibul khal, dan
harus isim ma’rifat
(lihat contoh-contoh di atas).
2. Khal harus isim nakiroh. Seandainya khal berupa
isim ma’rifat,
maka harus isim ma’rifat yang memiliki sinonim dengan isim nakiroh.
Misalnya :
( اِجْتَهِدْ ) temen-temena sapa sira, ( وَحْدَكَ ) khale ijenira. (Bersungguh-sungguhlah engkau, dalam keadaan sendirian).
Lafadz (وَحْدَكَ), walaupun isim ma’rifat, tapi sinonim dengan lafadzv (مُنْفَرِدًا) yang isim nakiroh. Sehingga bisa menjadi khal. اِجْتَهِدْ وَحْدَكَ = اِجْتَهِدْ مُنْفَرِدًا
3. Adakalanya,
khal berupa jumlah.
(baik jumlah ismiyah ataupun jumlah fi’liyah)
• Khal jumlah ismiyah, biasanya dibantu
dengan وَ (wawu khal).
Misalnya :
( اُصَلِّى ) Sholat sapa ingsun , ( وَالنَّاسُ ) khale utawi menungsa iku ( يَنَامُوْنَ ) lagi pada turu (Saya melakukan sholat, dalam keadaan orang-orang sedang tidur) اُصَلِّى وَالنَّاسُ يَنَامُوْنَ
Lafadz النَّاسُq
adalah mubtada’, sedangkan lafadz يَنَامُوْنَ
adalah khobar.
Jadi, susunan النَّاسُ يَنَامُوْنَ adalah jumlah ismiyah (mubtada’ dan khobar),
yang disini menduduki posisi khal dari dhomir (اَنَا ) yang menjadi fa’il dari
fi’il mudhore’اُصَلِّى.
Sedangkan huruf وَ
yang ada pada awal jumlah, dinamakan wawu khaliyah (yang dibaca KHALE)
[20/3 17:49] Aing: • Khal jumlah fi’liyah,
Misalnya :
(رَاَيْتُ) Ningali sapa ingsun, (زَيْدًا) ing Zaid, (يَقُوْمُ) khale lagi ngadek sapa Zaid (Saya melihat Zaid dalam keadaan sedang berdiri) رَاَيْتُ زَيْدًا يَقُوْمُ
(سَمِعْتُ) Ngrungu sapa ingsun, (رَسُوْلَ اللهِ ) ing Rasulullah Saw. (يَقُوْلُ) Khale lagi ngendika sapa Rasulullah Saw. (Saya mendenganr Rasulullah Saw. Dalam keadaan beliau bersabda) سَ
[20/3 17:51] Aing: I’rabnya :
• Lafadz يَقُوْمُ
adalah fi’il mudhore’.
Fa’ilnya dhomirهُوَ
yang tersimpan di dalam
fi’il mudhore’ itu.
Jadi, lafadz يَقُوْمُ
pada hakekatnya
adalah jumlah fi’liyah
( fi’il dan fa’il ) ,
yang menduduki posisi khal.
4. Setiap fi’il
yang jatuh setelah
isim ma’rifat,
dan
setelah jumlah sempurna, maka
fi’il itu menjadi khal.
Lihat dua contoh
terakhir di atas !