Rabu, 06 April 2022

KHAL (اَلْحَالُ ) (dibaca dengan : khale / dalam keadaan)

[20/3 17:39] Aing: 7. KHAL (اَلْحَالُ )
    (dibaca dengan : 
      khale / dalam keadaan)

A. Pengertian Khal

Ialah 
isim beri’rab nashab, 
yang disebutkan 
untuk 
menjelaskan keadaan fa’il, atau 
keadaan maf’ul, 
atau 
keadaan dari fail dan maf’ul sekaligus, 
ketika terjadinya perbuatan. 

Khal biasanya diterjemah dengan 
‘KHALE / 
DALAM KEADAAN/ 
PADA HAL’. 

Contoh :
Khal 
yang menjelaskan keadaan Fa’il.
(ذَهَبَ) Lunga, sapa (عُمَرٌ) Umar, (اِلَى مَدْرَسَتِهِ)maring maring sekolahane, (مَاشِيًا) khale wong kang mlaku (Umar berangkat ke sekolah dalam keadaan orang yang berjalan) ذَهَبَ عُمَرٌ اِلَى مَدْرَسَتِهِ مَاشِيًا

( ذَهَبَتْ ) Lunga, sapa ( فَطِيْمَةُ)Fathimah, (اِلَىمَدْرَسَتِِهَا)maring maring sekolahane, (مَاشِيَةً) khale wong kang mlaku (Fathimah berangkat ke sekolahnya dalam keadaan orang yang berjalan) ذَهَبَتْ فَطِيْمَةُ اِلَى مَدْرَسَتِهَا مَاشِيَةً

Khal 
yang menjelaskan keadaan maf’ul bih
(رَكِبْتُ)Numpak sapa ingsun, (الْفَرْسَ) ing jaran (مُسَرَّجًا) khale den pelanani (Saya menaiki kuda dalam keadaan berpelana) رَكِبْتُ الْفَرْسَ مُسَرَّجًا

(اَكَلْتُ) Mangan sapa ingsun, (الْفَاكِهَةَ) ing buah, (نَاضِجَةً) khale mateng (saya makan buah dalam keadaan masak) اَكَلْتُ الْفَاكِهَةَ نَاضِجَةً
[20/3 17:44] Aing: Tarkib :

• Lafadz ذَهَبَ 
adalah fi’il madhi, 
I'robnya mabni fatkhah sebab tidak bertemu dengan wawu jama', 
tak fa'il, 
nun fa'il, dan 
nun niswah.

• Lafadz عُمَرٌ
adalah 
isim mufrod, 
beri’rab rafa’, 
karena menjadi fa’ilnya lafadz ذَهَبَ ,
tanda rafa’nya dhommah.

• Lafadz اِلَى 
adalah 
kharf jar ( mengjarkan isim )

• Lafadz مَدْرَسَتِهِ
adalah dua kalimah 
yang dirangkai menjadi satu (mudhof dan 
mudhof ilaih). 
Lafadz مَدْرَسةِ(mudhof) adalah 
isim mufrod muannats i’rabnya jar, 
karena didahului oleh 
kharf jar اِلَى 
Dan lafadz هِ (mudhof ilaih), adalah 
isim dhomir muttashil, i’rabnya jar 
karena 
mudhof ilaih, 
tandanya mabni.

• Lafadz مَاشِيًا 
adalah 
isim mufrad mudzakkar, i’rabnya nasab 
karena 
menjadi khal, 
tanda nasabnya 
dengan fatkhah.
[20/3 17:49] Aing: B. Kaidah-kaidah 
     yang berkaitan dengan 
     Khal

1. Isim yang diberi khal dinamakan shohibul khal, dan 
harus isim ma’rifat 
(lihat contoh-contoh di atas).

2. Khal harus isim nakiroh. Seandainya khal berupa 
isim ma’rifat, 
maka harus isim ma’rifat yang memiliki sinonim dengan isim nakiroh. 

Misalnya :
( اِجْتَهِدْ ) temen-temena sapa sira, ( وَحْدَكَ ) khale ijenira. (Bersungguh-sungguhlah engkau, dalam keadaan sendirian).
 Lafadz (وَحْدَكَ), walaupun isim ma’rifat, tapi sinonim dengan lafadzv (مُنْفَرِدًا) yang isim nakiroh. Sehingga bisa menjadi khal. اِجْتَهِدْ وَحْدَكَ = اِجْتَهِدْ مُنْفَرِدًا

3. Adakalanya, 
khal berupa jumlah. 
(baik jumlah ismiyah ataupun jumlah fi’liyah)

• Khal jumlah ismiyah, biasanya dibantu 
dengan وَ (wawu khal). 

Misalnya :
( اُصَلِّى ) Sholat sapa ingsun , ( وَالنَّاسُ ) khale utawi menungsa iku ( يَنَامُوْنَ ) lagi pada turu (Saya melakukan sholat, dalam keadaan orang-orang sedang tidur) اُصَلِّى وَالنَّاسُ يَنَامُوْنَ
 Lafadz النَّاسُq 
adalah mubtada’, sedangkan lafadz يَنَامُوْنَ 
adalah khobar. 

Jadi, susunan النَّاسُ يَنَامُوْنَ adalah jumlah ismiyah (mubtada’ dan khobar), 
yang disini menduduki posisi khal dari dhomir (اَنَا ) yang menjadi fa’il dari 
fi’il mudhore’اُصَلِّى. 

Sedangkan huruf وَ 
yang ada pada awal jumlah, dinamakan wawu khaliyah (yang dibaca KHALE)
[20/3 17:49] Aing: • Khal jumlah fi’liyah,  
  Misalnya :
(رَاَيْتُ) Ningali sapa ingsun, (زَيْدًا) ing Zaid, (يَقُوْمُ) khale lagi ngadek sapa Zaid (Saya melihat Zaid dalam keadaan sedang berdiri) رَاَيْتُ زَيْدًا يَقُوْمُ

(سَمِعْتُ) Ngrungu sapa ingsun, (رَسُوْلَ اللهِ ) ing Rasulullah Saw. (يَقُوْلُ) Khale lagi ngendika sapa Rasulullah Saw. (Saya mendenganr Rasulullah Saw. Dalam keadaan beliau bersabda) سَ
[20/3 17:51] Aing: I’rabnya :

• Lafadz يَقُوْمُ
adalah fi’il mudhore’. 
Fa’ilnya dhomirهُوَ 
yang tersimpan di dalam 
fi’il mudhore’ itu. 
Jadi, lafadz يَقُوْمُ 
pada hakekatnya 
adalah jumlah fi’liyah 
( fi’il dan fa’il ) , 
yang menduduki posisi khal.

4. Setiap fi’il 
yang jatuh setelah 
isim ma’rifat, 
dan 
setelah jumlah sempurna, maka 
fi’il itu menjadi khal. 

Lihat dua contoh 
terakhir di atas !