7 Prinsip Dasar Ilmu Hadist Yang Perlu Kamu Ketahui
Prinsip merupakan suatu asas yang menjadi pokok dasar berpikir. Dalam dunia keilmuan suatu ilmu itu memiliki perinsip-prinsip yang menjadi pokok dasar dalam kerangka berpikir seperti ilmu fiqih, ilmu alat, ilmu hadist dan lain lain sebagainya. Sebelum kita mempelajari lebih dalam apa itu ilmu hadist alangkah baiknya kita memahami 7 prinsip dasar ilmu hadist yang perlu kita ketahui ialah sebagai berikut:
Baca Juga: Inilah Hukum Membaca Qunut Menurut 4 Mazhab
7 Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Hadist
Pertama, al-hadist (الحديث) adalah secara bahasa memiliki arti kebalikan dari arti lama (qadim). Sedangkan secara istilah, ilmu hadist jika dilihat dari segi riwayatnya adalah ilmu yang mengandung semua nukilan yang bersumber dari Nabi (s.a.w) baik berupa perkataan, perbuatan, pengakuan, sifat-sifat akhlaq dan keperibadianya.
Kedua, subjeknya (موضوعه) adalah dari Nabi (s.a.w) baik berupa perkataan, perbuatan dan ketetapan.
Ketiga, tujuanya (غايته) adalah mendapatkan kebahagiaan di dunia maupun akhirat.
Keempat, hubunganya (نسبته) adalah termasuk ilmu syariat yang kedudukannya setelah al-Qur’an.
Kelima, hukumnya (حكمه) adalah fardu ‘ain atau wajib ‘ain bagi yang bensendirian mempelajarinya dan fardu kifayah atau wajib kifayah apabila berbilang, yakni ada orang lain yang mempelajarinya.
Keenam, sumbernya (إستمداده) adalah ilmu ini bersumber dari Nabi (s.a.w) melalui perkataan, perbuatan dan ketetapannya. Ketetapan Nabi (s.a.w.) adalah semua perbuatan yang dilakukan dihadapan Nabi (s.a.w.) diakui atau diingkarinya, atau dengan kata lain ketetapan Nabi adalah suatu perbuatan yang pernah dilakukan tanpa dihadiri oleh baginda Nabi lalu, ketika perkara tersebut disampaikan kepadaNya, baginda Nabi tidak mengingkarinya.
Baca Juga: Panduan Tuntunan Solat Paling Lengkap
Ketujuh, keutamaanya (فضله) adalah ilmu ini termasuk ilmu yang paling mulia karena denganya kita mampu untuk menafsirkan al-Qur’an dan menegetahui tatacara mengikuti jejak langkah Nabi (s.a.w.) dengan kata lain keutamaan ilmu ini sangat besar, imam at-Tirmizi pernah meriwayatkan suatu hadist dengan sanadnya dari ‘Abdullah ibn Masud r.a bahwa Rasulullah s.a.w bersabdah:
نَضَّرَ اللهُ امْرَاءً سَمِعَ مَقَالَتِيْ فَوَعَاهَا فَأَدَّاهَا كَمَا سَمِعَهَا
“Semoga Allah menyinari orang yang mendengarkan perkataanku, lalu ia menghafalnya serta menyampaikan (kepada orang lain) seperti apa yang ia dengar”.
Refrensi
- Ibanatul Ahkam Juz 1 Hal. 7