Jumat, 06 Mei 2022

Inilah Paling Ma'rifatnya Isim


Inilah Paling Ma'rifatnya Isim

 

Kisah Perdebatan Imam Sibawaihi dan Gurunya Tentang Isim Ma’rifat Mana Yang Paling Ma’rifat

Suatu ketika ada suatu perdebatan antara guru dan murid mengenai الْأَعْرَافُ الْمَعْرِفَةِ  (a’rafu al-maa’rif) atau diantara sekian banyaknya isim ma’rifat yang manakah dianggap paling ma’rifat? Oleh karena itu silahkan simak cerita lengkapnya dibawah ini :

Seperti biasa, pada tiap harinya imam Sibawaih selalu belajar dengan gurunya yang bernama imam al-Kholil bin Ahmad al-Farahidi. Kebetulan pada hari itu objek pembahasan mereka berkenaan dengan isim-isim ma’rifat. Setelah mendengar penjelasan dari gurunya yang berbunyi bahwa diantara sekian isim ma’rifat yang paling ma’rifat adalah isim dhomir, kemudian muncullah suatu keraguan dihati imam Sibawaih. Dia bertanya-tanya dalam hati sambil merenungkan kalimat perkalimat yang disampaikan oleh gurunya itu. Ketika gurunya diam, imam Sibawaih menyampaikan keraguanya seraya berkata “setelah mendengarkan keterangan sang guru, saya agak ragu apakah benar isim yang paling ma’rifat itu ialah isim dhomir?”

Mendengar pertanyaan skeptis (keraguan) dari muridnya itu, Imam al-Kholil mengeluarkan seluruh keterangan-keterangan dan dalil-dalil untuk menjelaskan dan menguatkan pendapatnya. Namun setelah dijelaskan atau diterangkan beberapa kali, imam Sibawaih tetap saja meragukannya dan malahan menyanggahnya apa yang disampaikan oleh gurunya tersebut. Dengan tanpa mengurangi rasa ta’dhimnya terhadap sang guru, imam Sibawaih mencoba menyampaikan argumentasinya dengan tenang, cermat dan argumentatif. Imam Sibawaih lebih setuju kalau paling ma’rifatnya diantara asmaul ma’rifat itu adalah isim alam.

Akan tetapi gurunya tidak terima dengan pendapatnya imam Sibawaih yang ia utarakan dan bertentangan dengan pendapatnya. Karna imam Sibawaih merupakan seseorang yang sangat jenius, dengan kejeniusanya ia membuktikan sendiri kebenaran argumentasinya itu melalui pendekatan empiris yang telah ia rencanaka. Suatu malam, ia sengaja datang kerumah gurunya itu. Setelah berada didepan pintu rumah sang guru, ternyata imam Sibawaih tidak langsung masuk dan menemui Imam al-Kholil seperti biasanya. melainkan ia mengetuk-ngetuk pintu rumah gurunya beberapa kali dengan harapan Sang gurunya akan  bertanya siapa yang ada diluar? Setelah beberapa kali ketukan, ternyata gurunya pun belum juga kunjung datang dan bertanya.

Untuk kesekian kalinya kemudian imam Sibawaih kembali mengetuk pintu sampai terdengar dari dalam rumah suara Imam al-Kholil yang bertanya مَنْ (siapa)?.

Mendengar suara tersebut yang terlontar dari mulut Imam Kholil, bukan main senangnya hati imam Sibawaih, karena memang pertanyaan itulah yang ia harapkan. Dengan sengaja imam Sibawaih menjawab أَنَا (saya). Karena merasa masih belum jelas.

Kemudian imam al-Kholil kemali bertanya, “ مَنْ أَنَا(ana siapa)?”

lalu dijawab lagi oleh imam Sibawaih “أَنَا (ana)”.

Mendengar jawaban seperti itu akhirnya imam Kholil merasa penasaran, siapa sebenarnya orang yang menjawab أَنَا (saya) itu. Sangking penasarannya beliau langsung bergegas menuju depan pintu dan langsung membukanya. setelah pintu itu terbuka, ternyata orang yang menjawab أَنَا (saya) itu tak lain dan tak bukan adalah imam Sibawaih murid kesayangan beliau sendiri.

Pada saat yang bersamaan imam Sibawaihpun langsung tersenyum melihat gurunya yang tengah berdiri didepan pintu sambil berkata,“Bagaimana guru, apakah engkau hingga saat ini masih bertahan dengan argumentasimu yang mengatakan bahwa isim dhomir sebagai isim yang paling ma’rifat? Bukankah ketika saya datang kemudian engkau bertanya siapa kepada saya, terus saya jawab “أَنَا (saya)” (Isim dhomir), apakah masih belum memberikan pengertian yang jelas terhadap engkau wahai guru? Belum cukupkah bukti itu menunjukkan bahwa isim  alam yang paling ma’rifat dari pada isim dhomir?”

Mendegar pertanyaan-pertanyaan yang menyudutkan dari muridnya sendiri, kemudian imam al-Kholil diam membisu dan tidak bisa berkata lagi. Ia telah dikalahkan oleh muridnya sendiri yakni imam Sibawaih.

Penulis : Ruspandi, S.H