salasa,9 syawal 1443 H
ISTILAH-ISTILAH ILMU SHOROF
A. ISTILAH-ISTILAH ILMU SHOROF
a.
Shorof :
ilmu usul (kaidah-kaidah)
untuk mengetahui bentuk-bentuk kalimat bahasa arab (Sighat, Bina, Waqi’, dll)
tanpa memandang kalimat tersebut
mabni atau mu’rob.
Seperti bentuk
Tatsniyah, Jama’, Tasghir, Nasab dan I’lal.
Bisa masuk dalam kalimat
Isim Mutamakkin
dan
kalimat Fi’il tidak dalam kalimat huruf.([1])
b.
Tasrif :
perpindahan satu bentuk kebentuk yang lain untuk menghasilkan makna yang diinginkan.
Seperti perpindahan bentuk Masdar kebentuk
Fi’il Madhi, Fi’il Mudhori’, Fi’il Amr, Isim Fa’il, Isim Maf’ul, dan lain-lain.
c.
Wazan :
sesuatu (lafadz) yang di jadikan perbandingan, yang berharakat dengan huruf yang berharakat, yang sukun dengan yang sukun serta memandang huruf asal
dari fa’, ‘ain dan lam fi’il.
Kemudian ulama ahli shorof
membuat suatu tolok ukur
dalam fi’il Tsulatsi dengan lafadz فعل dan dalam Fi’il Ruba’i dengan lafadz فعلل .
sehingga setiap lafadz yang tempatnya sejajar dengan huruf fa’disebut fa’ fi’il,
yang tempatnya sejajar dengan huruf ‘ain disebut ‘ain fi’il
dan yang sejajar dengan huruf lam
disebut lam fi’il.
Dan dalam fi’ilruba’I
huruf yang sejajar dengan huruf lam
yang kedua disebut lam fi’il yang kedua.
d.
Muthobaqoh :
lafadz yang disebutkan dalam
kitab Amtsilah Tasrifiyah yang disesuaikan terhadap lafadz yang ditanyakan
wazan, bina’, bab dan sighatnya.
contoh seperti lafadz فعل namanya wazan, lafadz ضرب namanya mauzun (muthobaqoh) dan lafadz جلس yang disesuaikan dengan lafadz ضرب yang disebutkan dalam kitab Amtislah Tasrifiyah.
e.
Bina’ :
bentuk kalimat yang ditinjau dari
segi huruf, harakat dan sukunnya.
Adapun bagian-bagiannya
silahkan dirujuk dalam kitab Qowa’idul I’lal.
f.
Sighat :
bentuk kalimat ditinjau dari segi maknanya, dan jumlahnya ada 10 macam:
1.
Fi’il Madhi :
lafadz yang menunjukan arti
(dalam asal cetaknya)
hasilnya(selesainya) suatu pekerjaan
sebelum di kabarkan,
seperti contoh kalimat : قرأ زيد الكتاب
artinya pekerjaan membaca kitab telah selesai sebelum kalimat tersebut diucapkan.
Adapun yang dimaksud
dalam asal cetaknya yaitu;
membuat lafadz tersebut sebagai suatu yang kongkrit dari suatu makna (abstrak).
2.
Fi’il Mudhori’ :
lafadz yang menunjukan arti
(dalam asal cetaknya)
hasilnya (selesainya)
suatu pekerjaan ketika di kabarkan atau setelahnya,
seperti contoh kalimat : يتعلّم زيد الآن
artinya pekerjaan belajar sedang dilakukan,
dan kalimat : يعلّم زيد غدا
artinya pekerjaan mengajar
akan dilakukan besok.
3. Masdar :
lafadz yang menunjukan arti hadats
tanpa disertai dengan zaman,
dan 2 dua macam;
masdar mim
yaitu masdar yang diawali dengan huruf
mim ziyadah (tambahan)
selain wazan مفاعلة ,
seperti lafadz منصرا dan
berbentuk qiyasi.
Dan masdar ghoiru mim
yaitu masdar yang tidak diawali dengan huruf min ziyadah,
seperti lafadz نصرا
dan berbentuk sima’I
tidak ada kaidahnya kalau dari fi’il tsulatsi.
Adapun yang dimaksud dengan arti hadats yaitu
arti yang menetap pada yang lain.
4.
Isim Fa’il :
lafadz yang menunjukan arti subjek
suatu pekerjaan,
seperti lafadz كاتب
artinya yang melakukan pekerjaan.
5.
Isim Maf’ul :
lafadz yang menunjukan arti objek
suatu pekerjaan,
seperti lafadz مكتوب
artinya yang tertulis.
6.
Fi’il Amr :
lafadz yang menunjukan arti tuntutan melakukan pekerjaan,
sepertilafadz اقرأ بسم ربك
artinya tututan membaca dengan menyebut nama tuhanmu.
7.
Fi’il Nahi :
lafadz yang menunjukan arti tuntutan meninggalkan pekerjaan,
seperti lafadz لا تنم
artinya tuntutan untuk tidak tidur.
8.
Isim Zaman :
lafad yang menunjukan arti waktu
hasilnya pekerjaan,
seperti lafadz مرمى
artinya waktu melakukan pelemparan.
9.
Isim Makan :
lafad yang menunjukan arti tempat hasilnya pekerjaan,
seperti lafadz مرمى
artinya tempat melakukan pelemparan.
10.
Isim Alat :
lafadz yang menunjukan arti perangkat (alat) suatu pekerjaan,
seperti lafadz مفتاح
artinya perangkat (alat) pembuka.
g.
Asal-usul kalimat :
dalam masalah ini terjadi perbedaan pendapat antara ulama Bashrah dan Kufa.
Menurut ulama Bashrah :
asal-usul kalimat dari masdar,
karena masdar adalah kalimat isim,
dan
kalimat isim tidak membutuhkan kalimat fi’il untuk memberikan faidah arti,
serta kefahaman dari kalimat isim
cuma satu berbeda dengan kalimat fi’il
yang kefahamannya berbilang (lebih dari satu) karena memiliki arti hadats dan disertai zaman.
Oleh karena itu yang satu lebih dulu
daripada yang berbilang.
Menurut ulama Kufa :
asal-usul kalimat dari fi’il,
karena ada atau tidak adanya I’lalnya fi’il menentukan ter-i’lalnya masdar.
contoh adanya I’lal dalam fi’il yang menentukan teri’lalnya masdar
seperti lafadz وعد يعد عدة lafadz وعد
dalam fi’il mudhori’nya
di I’lal dengan membuang huruf illat
sehingga dalam masdarnyapun juga dii’lal.
Conto tidak adanya I’lal dalamfi’il
yang menentukan masdar tidak di I’lal,
seperti lafadz وجل يوجل وجلا
lafadz وجل dalam fi’il mudhori’nya tidak di I’lal sehingga dalam masdarnyapun juga tidak di I’lal.
Peredaran tersebut menunjukan atas
ke-asalannya kalimat fi’il.
[1] Adapun peletak pertama kali ilmu shorof dalam penysunan keilmuan yang tersendiri ialah ; al imam Abu Muslim al Hiro’.