Selasa, 10 Mei 2022

ISTILAH-ISTILAH ILMU SHOROF


salasa,9 syawal 1443 H


ISTILAH-ISTILAH ILMU SHOROF

A. ISTILAH-ISTILAH ILMU SHOROF
a. 
Shorof : 
ilmu usul (kaidah-kaidah) 
untuk mengetahui bentuk-bentuk kalimat bahasa arab (Sighat, Bina, Waqi’, dll) 
tanpa memandang kalimat tersebut 
mabni atau mu’rob. 

Seperti bentuk 
Tatsniyah, Jama’, Tasghir, Nasab dan I’lal

Bisa masuk dalam kalimat 
Isim Mutamakkin 
dan 
kalimat Fi’il tidak dalam kalimat huruf.([1])

b. 
Tasrif : 
perpindahan satu bentuk kebentuk yang lain untuk menghasilkan makna yang diinginkan. 

Seperti perpindahan bentuk Masdar kebentuk 
Fi’il Madhi, Fi’il Mudhori’, Fi’il Amr, Isim Fa’il, Isim Maf’ul, dan lain-lain.

c. 
Wazan : 
sesuatu (lafadz) yang di jadikan perbandingan, yang berharakat dengan huruf yang berharakat, yang sukun dengan yang sukun serta memandang huruf asal 
dari fa’, ‘ain dan lam fi’il. 

Kemudian ulama ahli shorof 
membuat suatu tolok ukur 
dalam fi’il Tsulatsi dengan lafadz فعل dan dalam Fi’il Ruba’i dengan lafadz فعلل . 

sehingga setiap lafadz yang tempatnya sejajar dengan huruf fa’disebut fa’ fi’il, 
yang tempatnya sejajar dengan huruf ‘ain disebut ‘ain fi’il 
dan yang sejajar dengan huruf lam 
disebut lam fi’il. 

Dan dalam fi’ilruba’I 
huruf yang sejajar dengan huruf lam 
yang kedua disebut lam fi’il yang kedua.

d. 
Muthobaqoh : 
lafadz yang disebutkan dalam 
kitab Amtsilah Tasrifiyah yang disesuaikan terhadap lafadz yang ditanyakan 
wazan, bina’, bab dan sighatnya.

contoh seperti lafadz فعل namanya wazan, lafadz ضرب namanya mauzun (muthobaqoh) dan lafadz جلس yang disesuaikan dengan lafadz ضرب yang disebutkan dalam kitab Amtislah Tasrifiyah.

e. 
Bina’ : 
bentuk kalimat yang ditinjau dari 
segi huruf, harakat dan sukunnya. 

Adapun bagian-bagiannya 
silahkan dirujuk dalam kitab Qowa’idul I’lal.

f. 
Sighat : 
bentuk kalimat ditinjau dari segi maknanya, dan jumlahnya ada 10 macam:

1. 
Fi’il Madhi : 
lafadz yang menunjukan arti 
(dalam asal cetaknya) 
hasilnya(selesainya) suatu pekerjaan 
sebelum di kabarkan, 

seperti contoh kalimat : قرأ زيد الكتاب 
artinya pekerjaan membaca kitab telah selesai sebelum kalimat tersebut diucapkan. 

Adapun yang dimaksud 
dalam asal cetaknya yaitu; 
membuat lafadz tersebut sebagai suatu yang kongkrit dari suatu makna (abstrak).

2. 
Fi’il Mudhori’ : 
lafadz yang menunjukan arti 
(dalam asal cetaknya) 
hasilnya (selesainya) 
suatu pekerjaan ketika di kabarkan atau setelahnya, 

seperti contoh kalimat : يتعلّم زيد الآن 
artinya pekerjaan belajar sedang dilakukan, 
dan kalimat : يعلّم زيد غدا 
artinya pekerjaan mengajar 
akan dilakukan besok.

3. Masdar : 
lafadz yang menunjukan arti hadats 
tanpa disertai dengan zaman, 

dan 2 dua macam; 

masdar mim 
yaitu masdar yang diawali dengan huruf 
mim ziyadah (tambahan) 
selain wazan مفاعلة ,

seperti lafadz منصرا dan 
berbentuk qiyasi. 

Dan masdar ghoiru mim 
yaitu masdar yang tidak diawali dengan huruf min ziyadah, 

seperti lafadz نصرا 
dan berbentuk sima’I 
tidak ada kaidahnya kalau dari fi’il tsulatsi. 

Adapun yang dimaksud dengan arti hadats yaitu 
arti yang menetap pada yang lain.

4. 
Isim Fa’il : 
lafadz yang menunjukan arti subjek 
suatu pekerjaan, 

seperti lafadz كاتب 
artinya yang melakukan pekerjaan.

5. 
Isim Maf’ul : 
lafadz yang menunjukan arti objek 
suatu pekerjaan, 
seperti lafadz مكتوب 
artinya yang tertulis.

6. 
Fi’il Amr : 
lafadz yang menunjukan arti tuntutan melakukan pekerjaan, 

sepertilafadz اقرأ بسم ربك 
artinya tututan membaca dengan menyebut nama tuhanmu.

7. 
Fi’il Nahi : 
lafadz yang menunjukan arti tuntutan meninggalkan pekerjaan, 

seperti lafadz لا تنم 
artinya tuntutan untuk tidak tidur.

8. 
Isim Zaman : 
lafad yang menunjukan arti waktu 
hasilnya pekerjaan, 

seperti lafadz مرمى 
artinya waktu melakukan pelemparan.

9. 
Isim Makan : 
lafad yang menunjukan arti tempat hasilnya pekerjaan, 

seperti lafadz مرمى 
artinya tempat melakukan pelemparan.

10. 
Isim Alat : 
lafadz yang menunjukan arti perangkat (alat) suatu pekerjaan, 

seperti lafadz مفتاح 
artinya perangkat (alat) pembuka.

g. 
Asal-usul kalimat : 
dalam masalah ini terjadi perbedaan pendapat antara ulama Bashrah dan Kufa.

Menurut ulama Bashrah : 
asal-usul kalimat dari masdar, 
karena masdar adalah kalimat isim, 
dan 
kalimat isim tidak membutuhkan kalimat fi’il untuk memberikan faidah arti, 
serta kefahaman dari kalimat isim 
cuma satu berbeda dengan kalimat fi’il 
yang kefahamannya berbilang (lebih dari satu) karena memiliki arti hadats dan disertai zaman. 

Oleh karena itu yang satu lebih dulu 
daripada yang berbilang.


Menurut ulama Kufa : 
asal-usul kalimat dari fi’il, 
karena ada atau tidak adanya I’lalnya fi’il menentukan ter-i’lalnya masdar.

contoh adanya I’lal dalam fi’il yang menentukan teri’lalnya masdar 

seperti lafadz وعد يعد عدة lafadz وعد 
dalam fi’il mudhori’nya 
di I’lal dengan membuang huruf illat 
sehingga dalam masdarnyapun juga dii’lal. 

Conto tidak adanya I’lal dalamfi’il 
yang menentukan masdar tidak di I’lal, 

seperti lafadz وجل يوجل وجلا 
lafadz وجل dalam fi’il mudhori’nya tidak di I’lal sehingga dalam masdarnyapun juga tidak di I’lal. 

Peredaran tersebut menunjukan atas 
ke-asalannya kalimat fi’il.


[1] Adapun peletak pertama kali ilmu shorof dalam penysunan keilmuan yang tersendiri ialah ; al imam Abu Muslim al Hiro’.